Saya gak tau ya berita hoax atau benar,
Jikalau ini hoax, abaikan saja.
Jikalau ini benar, saya punya komentar (secara saya wanita yang bekerja, walaupun belum berumah tangga) :
Ini aturan untuk siapa ya?
untuk PNS atau semua kalangan?
Kalau untuk semua kalangan, apakah mungkin dapat terealisasi?
Apakah kantor-kantor swasta itu mau menyambut kebijakan Menteri Yuddy dengan tangan terbuka?
Lah Wong telat semenit aja langsung potong gaji...
Kalau PNS, PNS yang bagaimana?
PNS guru bagaimana? PNS yang bekerja di Sekolah/Madrasah adalah pegawai yang jam kerjanya paling fleksibel.
Bagaimana cara memangkasnya?
Wong, disuruh undang-undang 37,5 jam saja banyak yang TIDAK MAU memenuhinya, padahal demi kebutuhan sertifikasi. APA MASIH MAU DIPANGKAS LAGI?
Terus kalau pegawai swasta juga termasuk, pegawai yang bagaimana?
Apakah yang memiliki jabatan /fungsi/ poisis tertentu?
Kalau Cleaning Service atau Tukang Sapu gimana? Apa dapat dispensasi jam kerja juga?
Jangan sampai Cleaning Service atau Tukang Sapu ini TERABAIKAN ya Pak Menteri... mentang-mentang mereka "cuma cleaning service sama tukang sapu".
Kalau pegawai yang kerjanya memiliki shift bagaimana?
Kalau seharusnya pulang jam 5 pagi, karena dapat pangkasan jam kerja jadi pulang jam 3 pagi, lah...bisa-bisa kena begal di jalan.... mati, malah selamanya dia gak bisa lihat anaknya tumbuh. Finally, takut pulang jam 3 pagi, nunggu agak pagian dikit, jadi jam 5 juga pulangnya, yah sama saja dong...
Nah, balik lagi ke profesi guru,
Ini ya, pengamatan saya, guru TK, gimana mau dipangkas, kan guru kelas.
Masuk setiap hari dari Senin sampai Sabtu, masuk kelas dari jam pelajaran pertama sampai terakhir, kalau jam kerjanya dipangkas, terus anak muridnya gimana? siapa yang ngajar? Ikutan pulang juga barengan sama Bu Guru?
Apalagi rerata guru TK adalah wanita diusia muda.
Nah, Kalau Pak Menteri hanya memberikan pemangkasan jam kerja pada orang-orang tertentu saja, SUNGGUH TIDAK ADIL.
Apapun argumen bapak, kalau guru itu ini dan itu, saya sebagai warga negara tetap merasa tidak adil. Titik.
Soalnya sudah banyak kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan sepihak saja, contoh nyata bagi kami yang di sekolah, kenapa hanya KESEJAHTERAAN GURU saja yang jadi topik bahasan, terus diberi tunjangan, lah yang lain..... Tata Usaha/Operator/Admin di sekolah kok ya dilupakan, padahal cair gak cairnya sertifikasi melalui kerja keras operator dalam menyelesaikan dapodik (untuk diknas), dan di kemenag kerja keras operator dalam menyelesaikan Simpatika.
Tapi, itu sih memang bukan urusan Menteri Yuddy, itu kan PR Menteri Anis.
Yah jadi sih ini ya, menurut saya, jikalau wanita bekerja, kalau memang pada akhirnya jadi kurang waktu bersama anak dan keluarga, ITU KAN KONSEKUENSI. Ya udah, pahami aja konsekuensi kerjanya, kenapa pak Menteri yang pusing.
Yang begini-begini lupa koar-koar emansipasi, nanti giliran yang lain, koar-koar emansipasi, heran saya.
Kalau mau melewati waktu bersama anak, melihat tumbuh kembang anak ya di rumah saja sama anak, jadi ibu rumah tangga.
Jadi ibu rumah tangga juga bisa kan usaha, banyak kok ibu rumah tangga yang sukses dari hasil usaha homemade-nya.
Dan saya yakin, tidak semudah-mudah itu memotong jam kerja untuk wanita yang bekerja NON PNS. Jadi mungkin daripada bikin riweh, motong-motong jam kerja, mending ya dikoar-koarin aja agar Perusahaan/Instansi yang manapun agar WAJIB memberi sedikit kelonggaran untuk wanita meminta izin, misalnya ketika anak sakit, atau ada keperluan ke sekolah anak (seperti POMG atau ambil raport), tanpa dipotong gaji.
Banyak kok emak-emak yang pulang kantor bukannya pulang ke rumah, tapi masih mejeng-mejeng cantik dulu sama temennya ke mol, kalau gak percaya buktikan saja sendiri Pak.
Masih pakai baju dinas lagi.
Pasti para pembaca, ada yang komentar, secara saya wanita kenapa tidak sorak sorai karena dibuat kebijakan begini?
Seharusnya saya kan senang.
Pasti ada yang bilang, karena saya belum punya anak, makanya saya bisa nulis hal-hal seperti ini, coba kalau saya sudah punya anak, pasti saya sorak sorai karena dibuat kebijakan begini.
Ada hal-hal yang saya berpikirnya masih pakai logika, seperti yang sudah saya contohkan di atas.
Saya kerja di sekolah, kalau guru dipangkas 2 jam dari jam kerjanya, sementara jam kerja 37,5 jam perminggu saja tidak mampu (sebenarnya tidak mau) terpenuhinya, mau bagaimana kondisi sekolah pada akhirnya. Itu saja.
Tapi Pak Menteri membuat kebijakan ini sepertinya hanya untuk PNS saja kok, jadi yang tidak PNS jangan risau dengan ceracauan gak penting saya, sepertinya memang sudah pasti tidak menerima pangkasan jam kerja.
Tapi saya yakin kok, Pak Menteri kan pinter (makanya jadi Menteri), jadi pasti dapat membuat kebijakan yang terbaik untuk semua warga negara tidak hanya memihak satu sisi saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar