Senin, 02 Februari 2015

KURIKULUM DI INDONESIA

Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia, ternyata kita telah 10 kali berganti kurikulum.

Kurikulum itu sendiri adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum)

Kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu perubahan kurikulum merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.


Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia sebagai berikut :

1. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.

Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.

Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.  Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.

Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.

Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.



2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari

Kurikulum 1952 telah mengarah pada sistem pendidikan nasional, walaupun belum merata pada seluruh wilayah di Indonesia, namun dapat mencerminkan suatu pemahaman dan cita-cita para praktisi pendidikan akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia.

Pada Kurikulum 1952, materi pelajaran sudah berorientasi pada kebutuhan hidup para siswa, sehingga hasil pembelajaran dapat berguna ketika ditengah masyarakat.

Karena setiap guru mengajar satu mata pelajaran, maka memiliki keuntungan untuk lebih menguasai bidang  pengajarannya dengan lebih baik, dari pada mengajar berbagai mata pelajaran.


3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.

Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu:
1. Kelompok perkembangan moral
2. Kecerdasan
3. Emosional/artisitk
4. Keprigelan (keterampilan), dan
5. Jasmaniah.


Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.

Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. 


4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kelebihan dari Kurikulum 1968 adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana  (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1964 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

Kekurangan dari Kurikulum 1968 adalah masih sentralistik (sistem masih diatur oleh pusat/pemerintah) jadi tiap satuan pendidikan tidak dapat mengatur sistem pendidikannya secara mandiri. Jumlah pelajarannya hanya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1964 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.  Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.


5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

Pada tahun ini pengajaran matematika modern resminya dimulai. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika.

W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut.

Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1)   Membuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2) Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
3) Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
4) Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.
5) Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6) Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7) Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8) Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9) Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.


6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa d itempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut. Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut.

Langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
a.    Guru supaya meningkatkan profesinalisme
b.    Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
c.    Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
d.   Pengevaluasian hasil pembelajaran
e.    Prinsip CBSA di pelihara terus


7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Pengembang Kurikulum : Pusat Kurikulum
Pendekatan Pembelajaran : Berorientasi pada GBPP
Pengorganisasian Materi : Berpusat pada bidang studi
Pendekatan Penilaian : Mengutamakan penilaian hasil pembelajaran
Perangkat Pembelajaran : Satuan pelajaran dan rencana pengajaran
Hasil Pendidikan : Pencapaian tujuan
Peran Pendidik : Instruktur

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).

Secara umum tujuan diterapkannya kurikulum 1994 adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui siswa mampu menguasai materi yang diberikan, bahan ajar berdasarkan TIU (Tujuan Institusional Umum) dan TIK (Tujuan Institusional Khusus) dan menyiapkan siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

Pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung di dalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi kognitif. Bahan ajar yang akan disampaikan oleh guru harus berdasarkan pada TIU dan TIK (tujuan pembelajaran). Selain itu, kurikulum 1994 bertujuan untuk membekali siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Kegiatan belajar cenderung didalam kelas. Proses pembelajaran bersifat klasikal dengan tujuan menguasai materi pelajaran. Guru dianggap sebagai pusat dari pembelajaran, karena guru menyampaikan materi hanya menggunakan satu metode saja, yaitu metode ceramah. Oleh karena itu guru dianggap sebagai pusat pembelajaran. Metode yang digunakan mengajar cenderung monotone yaitu ceramah, tidak menggunakan metode-metode lain yang melibatkan siswa aktif. Guru mengajar hanya mengejar target berupa materi yang harus dikuasai dan  berorientasi kognitif.

Namun, perpaduan tujuan dan proses pada kurikulum 1994 belum berhasil. Kritik bertebaran, dikarenakan beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Hasilnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.


8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).

Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.


9. Kurikulum 2006 (KTSP)
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan mengacu pada Standar nasional Pendidikan yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sentralistik menjadi desentralistik, disusun oleh satuan pendidikan (sekolah) masing-masing. KTSP dapat memberikan keleluasaan berkreasi bagi satuan pendidikan, membentuk diferensiasi untuk berkompetisi menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik.

KTSP diluncurkan untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Mengingat adanya keberagaman etnis, budaya, kemampuan, dan potensi daerah selama ini, belum terakomodir secara optimal dalam pengembangan kurikulum pendidikan nasional. Padahal keberagaman tersebut, merupakan aset yang dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai keunggulan nasional.

KTSP harus mengacu terutama pada 2 (dua) standar, yaitu Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Target yang ingin dicapai adalah setiap satuan pendidikan akan memiliki diferensiasi dan kreativitas pendidik yang dapat memacu kompetisi ke arah pendidikan Indonesia yang dapat lebih baik.

Penyusunan KTSP didasarkan pada prinsip diversifikasi kurikulum. Masing-masing satuan pendidikan dapat menyesuaikan kurikulumnya, dengan kekhasan sesuai keperluan satuan pendidikan, potensi daerah dan kondisi peserta didik.


10. Kurikulum 2013
Sifat: pendidikan berbasis karakter. Kurikulum 2013 mengutamakan pemahaman, keterampilan, dan siswa dituntut memahami materi, aktif berdiskusi dan presentasi, serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Dalam Kurikulum 2013 terdapat mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan sesuai dengan keinginan peserta didik.

Namun saat ini MENDIKBUD Anies Rasyid Baswedan mengambil keputusan untuk menyetop penerapan Kurikulum 2013. Ia merekomendasikan agar sekolah-sekolah yang baru semester lalu sudah menerapkan Kurikulum 2013, maka untuk seterusnya bisa kembali menggunakan Kurikulum 2006 atau yang lazim disebut KTSP.


Dari berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar